Saturday, August 26, 2006

Beautiful Numbers

Entah sejak kapan ada istilah angka cantik atau nomor cantik. Tentunya itu merujuk ke angka, atau deretan angka, yang menyenangkan atau disukai orang karena punya arti tertentu. Untuk kalangan ilmuwan, misalnya, deret Fibonacci (1-1-2-3-5-8-13-21) tergolong angka cantik. Yang menekuni matematika, atau yang enggan matematika tapi baca novel Da Vinci Code, tahu kenapa bisa dikatakan cantik dan mengagumkan.

Untuk orang lain, beda pula patokan angka cantik. Ada yang menyebut 666 atau 999 atau 888 atau 2002 cantik dengan alasan berlainan pula.
Kalau menyebut alasan personal, angka cantik makin bervariasi. Saya, misalnya, bilang angka 1100 angka cantik karena dulu di sekolah dasar dapat nomor induk siswa 1100. Alhasil, saat perusahan telepon seluler asal Finlandia Nokia meluncurkan Nokia 1100, hati ini sebenarnya tergerak untuk memilikinya. Sekadar nostalgia masa kecil, mungkin. Apa daya hingga kini uangnya terpakai untuk kepentingan lain sehingga ponsel seri cantik itu hanya untuk diingat.
Dalam pertalian nomor cantik dan ponsel, orang sekarang bisa mengapresiasi secara gila-gilaan. Coba tengok iklan baris di koran Pos Kota, nomor ponsel yang 'cantik' dengan rumusan tertentu, misalnya banyak angka kembar atau kalau dijumlah menghasilkan angka tertentu yang katanya angka keberuntungan, bisa dihargai hingga jutaan rupiah. Fiuhh.
Dalam pada itu, kebetulan Jumat, 25 Agustus lalu saat mendatangi tempat fotokopi di dekat rumah, saya mendapati si empunya toko menambah barang dagangannya dengan nomor perdana berbagai jenis layanan seluler, dari XL hingga Indosat. Yang istimewa kali itu ia menggelar kartu Simpati yang diiklankannya dengan kertas ukuran A4 sebagai 'nomor cantik' karena empat angka di belakang nomor perdana itu merujuk 'angka tahun'. Ketika saya lihat-lihat, kartu Simpati yang disajikan dalam etalase itu memang berakhiran tahun lengkap, dari 1970 hingga 2000, seingat saya. Harganya? Tentulah dilambungkan. Meski pada bungkus tertulis Rp15 ribu, si penjual dengan yakin menyebut angka Rp40 ribu. Bahkan ada yang dibanderol lebih tinggi lagi menjadi Rp75 ribu. Hmmm.
Orang yang tertarik tapi malas keluar uang banyak-banyak 'hanya' untuk deretan angka yang diiming-iming sentimental itu tentu berpikir tujuh kali bila hendak bertransaksi. Demikian juga saya. Dan di pemikiran kali kedelapan, akhirnya saya tawar. :P Saya bahkan ganti mengiming-iming dengan 'beli dua asalkan diberi diskon'.
Sebenarnya saya agak malas menawar kalau menghadapi pedagang kecil. Soalnya, toh, kalau mereka mendapat untung, itu tidaklah seberapa besar. Dan, beda dengan yang kelas kakap, pedagang kecil menghadapi ketidakpastian untung setiap hari saat menggelar jualan.
Namun, saat itu penggelembungan dari Rp15 ribu ke Rp40 ribu hingga Rp75 ribu buat saya seperti bisul di pantat. Enggak ngenakin. Karena itulah, meski tertarik, saya menawar. Transaksi terjadi, tapi tak usahlah saya sebutkan jumlahnya. Yang jelas, kini saya punya dua nomor perdana baru dengan 'angka cantik'. :P
Omong-omong, angka cantik kamu sendiri berapa?

Wednesday, August 23, 2006

Deceptive Fraud

Sore itu ponsel saya berbunyi. Pesan singkat masuk pada pukul 16.25 WIB. Ketika saya buka, nomornya tidak saya kenal. +623160652309. Lalu saya baca isinya, yang membuat saya segera tersenyum.

'YTH: Plng SAT-C

Anda terpilih sbg
Nominasi,peraih
Gebyar Tahapan
POINT Reward
Hub:Call Centre
0831-5701-745
0831-5701-746
Pengirim:
INDOSAT'

Hahaha. Siapa, nih, yang mau nepu gue?
SMS yang masuk pada 9 Juli 2006 itu masih saya simpan sampai sekarang. Entah kenapa. Mungkin gunanya seperti sekarang, jadi postingan blog.
Saya jadi ingat dengan sindikat penipu melalui SMS yang ditangkap polisi.
Mereka bertiga. Memborong beberapa nomor perdana sekaligus. Lalu mengirim pesan singkat yang isinya mirip dengan yang saya terima itu. Saat diverbal polisi, mereka mengaku bisa mengirim 100 SMS per hari dan mendapat respons sekitar 10%. Kalau direspons, mereka bisa menuntun orang yang dilanda euforia 'menang undian' itu agar menguras isi tabungan mereka melalui ATM.
Sampai sekarang saya tidak lagi mendapat SMS seperti itu. Mudah-mudahan penipuan dengan modus seperti itu sudah tidak ada lagi.

Saturday, August 19, 2006

Tahap II: English Premier League

English Premier League 2006-07 had just begun. Liverpool memulai perburuan gelar juara liga yang terakhir kali dirasakan pada 1989-90. Sayangnya, pertandingan pertama berakhir imbang. Liverpool tidak dapat mengungguli Sheffield United, bahkan kebobolan terlebih dulu saat babak kedua berjalan satu menit, 0-1. Gol balasan Liverpool dicetak Robbie Fowler melalui titik penalti menit 70.



Dengan tenang Fowler mengecoh kiper Sheffield United. Penalti yang dihadiahkan karena jenderal lapangan tengah Liverpool Steven Gerrard dijatuhkan di kotak terlarang itu menyelamatkan spirit si Merah.



Next time better, Liverpool!

Sunday, August 13, 2006

Tahap I: Community Shield

Si Merah dari kota The Beatles bangkit lagi untuk menunjukkan kekuatan mereka atas si Biru yang selama dua tahun terakhir menghegemoni liga utama di negeri aristokrat Inggris. Stadion Milenium, Cardiff, Wales, 13 Agustus 2006 menjadi saksi bahwa pembelian juragan Roman Abramovic dan ramuan Jose Mourinho belum membuahkan kemenangan berarti. Justru pembelian 'seadanya' pelatih Rafael Benitez yang kembali menuai hasil maksimal.

Setelah menang 2-1 di babak kualifikasi Champions League, 9 Agustus 2006, atas Maccabi Haifa di Stadion Anfield, Liverpool mengulangi skor yang sama untuk menundukkan Chelsea di ajang Community Shield. Pencetak gol bagi Liverpool di Stadion Milenium itu adalah John Arne Riise dan Peter Crouch.

Dribel bola yang dimulai dari sisi kanan pertahanan Liverpool setelah mendapatkan bola muntah dari sepak pojok Chelsea dituntaskan Riise dengan tendangan jitu sekitar 24 meter dari gawang si Biru yang dijaga Cudicini, menit 9.

Crouch membuat Liverpool unggul dengan sundulannya di menit 80 setelah pada menit 44 striker maut Eropa Shevchenko membuat Chelsea menyamakan kedudukan.

Sebenarnya, pada awalnya saya berpikir 'lebih baik' Liverpool kalah agar mereka terus memperbaiki diri sehingga dapat menjuarai Liga Primer 2006-07. Namun, saya pikir ulang, dengan kegagalan menyesakkan di pertandingan liga musim lalu, kalah 0-1 dan 1-4 dari Chelsea, Liverpool butuh kemenangan kali ini untuk mencuatkan semangat baru dalam menjalani musim 2006-07. Setahap demi setahap, dimulai dengan mengalahkan Chelsea di Cummunity Shield, ajang yang sering disebut momen pembukaan liga.
Come on again, Liverpool!
And, as always, you'll never walk alone...
(alone-alone waton kelakon ...yen ta pikir-pikir :))

Friday, August 11, 2006

Every Lost has Its Thorn

From dust to dust, ashes to ashes
Segalanya hanya titipan-Nya

Ikhlas itu enam huruf yang tidak mudah untuk diwujudkan

Saat Memberi, saat Menerima

Saat memberi, saat menerima--kesannya 'sinetron banget' ya. Namun, sesungguhnya itu terlintas ketika muncul take and give dalam benak. Pemicunya, Riko.
Siang itu, 3 Agustus 2006 pukul 14.05 WIB, pesan singkatnya masuk ke ponsel saya, 'Don gue gak msk skrg. Mohon doanya jam 3 mau oprasi uss buntu.'
Tentulah saya kaget. Kemarin-kemarin tidak ada obrolan atau gelagat tentang kesehatan Riko. Toh, saya segera balas juga. Intinya, semoga segera sehat.
Saya pun cari tahu kira-kira berapa lama ia harus istirahat pascaoperasi. Maklum, itu menyangkut delegasi tugas-tugas kantor.
Di sisi lain, saya jadi teringat tahun lalu ketika saya juga harus menjalani operasi karena tulang patah. Sekitar tiga bulan saya istirahat di rumah pascaoperasi. Tiga bulan itulah Riko menggantikan tugas saya mengoordinasi tata kelola penyuntingan di kantor. Saya sadar, tentulah itu sangat berat.
Lalu seperti orang bijak bilang roda kehidupan berputar. Yang di bawah dapat naik, yang di atas bisa turun. Yang sehat bisa sakit, yang menderita bisa sembuh. Yang lebih dulu memberi kini menerima, yang telah mendapat belakangan harus memberi.
Relevansinya saya yang dulu dibantu Riko kini harus mensubstitusi peran dia. Kini saatnya saya memberi... sekaligus menerima (tugas tambahan).
11 Agustus 2006, pukul 07.58, 'Don gue br plg kmrn. Kt doktr hrs istrht smp tgl 24. Mudah2an sblm tgl itu dah bs msk. Thx doanya tmn2 smua'.

Semoga cepat sehat, Big Daddy. Kalau sudah sakit, baru sadar lagi bahwa kesehatan itu tidak ternilai.

Saturday, August 05, 2006

I Requested Love Song

Sambil bersiap ke kantor, radio saya panteng di Pesona FM. terdengarlah penyiarnya yang perempuan, Stella, bilang dalam menyambut ultah kemerdekaan Indonesia, sesi itu membebaskan pendengar untuk kirim SMS meminta diputarkan (request) lagu apa saja dari kurun waktu apa saja, yang penting lagu mancanegara. Karena mendengar hal itu, saya kirim SMS. Lagu yang saya pilih? Yang udah jaraaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget orang dengar, Love Song dari Tesla. Lagu itu saya tujukan untuk para penyiar dan kru yang bertugas. Saya tambahkan pula pesan 'kalau ada hebat banget dh pesona'. Keyakinan saya sih, tidak ada dan karena itu, SMS saya tidak akan dibacakan. Sesuai dengan yang saya duga, lagu itu memang tidak ada. Kata penyiar pria, itu format rock, yang belum disiapkan Pesona. Eh, terus dibacakan pesan tambahan saya. "Wah, Pesona ditantangin nih. 'kalau ada hebat banget dh pesona', hahaha. Ntar deh, gue bawa Five Man Acoustical Jam gue," katanya. Saya cengar-cengir saja mendengarnya. Hmmm, lumayan juga itu penyiar, tahu salah satu album Tesla.




Yah, sambil nunggu apa benar Pesona FM akan memutarkan lagu itu kelak, saya mungkin ngapalin dulu liriknya:

So you think that it's over,
that your love has finally reached the end,
any time you call night or day
i'll be right there for you when you need a friend

it's gonna take a little time
time to show your broken heart
don't you even worry pretty darlin'
i know that love's around

Yeah,
Love is all around you,
Love is knockin' outside your door
waitin for you is this love made just for two
keep an open heart and you'll find love again i know it

Yeah,
Love is all around you,
Love is knockin' outside your door
waitin for you is this love made just for two
keep an open heart and you'll find love again i know it

Love will find a way
love is gonna find a way
find it's way back to you
love will find a way
so look around, open your eyes
love is gonna find a way
love is gonna, love is gonna find a way
love will find a way,
love is gonna find a way back to you, yeah

i know
i know
i know
i know

Friday, August 04, 2006

Seize the... Carpe, Dude!

Carpe diem, dude! Seize the... carpe.
Itu dialog di film Out Cold yang bikin saya ngguyu kemekelen. Film dini hari yang kali ini saya nikmati bukan karena pulang telat kelamaan nunggu deadline rubrik otomotif, melainkan karena memang belum bisa tidur.
Sayangnya film yang dibintangi Lee Majors (ingat film The Six Million Dollar Man?) dan Jason London (inget si kembar London di serial televisi Party of Five?) itu sedikit-sedikit dipotong iklan dan digunting lagi untuk muat di waktu tayang yang sempit. Alhasil, ada bagian-bagian penting yang hilang. Misalnya, karena dipotong-potong, status Anna sebagai anak Majors baru menjelang akhir cerita ketahuan, padahal sejak awal dikesankan Jenny anak tunggal Majors. Kalaupun seharusnya itu kejutan, adegan yang (mungkin maunya) memancing emosi penonton itu disimpan si juru gunting televisi swasta.
Secara teknis memang banyak yang 'gak penting-penting banget'. Ini film hiburan yang (maunya) memuat berbagai pesan secara ringan. Salah satunya, selain "Carpe diem, dude! Seize the... carpe", ada "No regret, dude. That's my motto". Hiburannya kental sekali sehingga tokohnya pun ditampilkan secara karikatural empat tingkatan, dari normal, normal tapi konyol, agak normal dan konyol, dan konyol setingkat di atas idiot. Patut dicatat, itu klasifikasi saya sendiri.


Latar tempat adalah Bull Mountain, Alaska. Di tempat dengan ketinggian sekitar 10.000 meter dari permukaan laut (mdpl) itu kekonyolan untuk mengubah tempat sunyi menjadi tempat wisata dan badutan untuk mempertahankan tradisi wilayah pun dimulai.
Tradisi badutan itu, misalnya, gaya ski tokoh Bull Mountain--Papa Muntz--yakni berski menuruni tebing bersalju dengan celana dipelorotkan hingga dengkul.
Kalau soal bumbu kisah cinta, film ini dosisnya sedang-sedang saja. Dari yang ringan-ringan itu, yang lumayan berkesan buat saya ya itu tadi, raihlah hari ini, jangan sampai menyesal.

Tuesday, August 01, 2006

Temanku Luhung

Hari ini, 1 Agustus 2006, seorang lagi temanku memilih 'menghilang' dari Media. Sesuatu yang sangat saya sayangkan, tapi tidak bisa saya berbuat lain kecuali merelakannya. Kita tetap berteman dalam bentuk yang lain lagi.
Awalnya saya mengenalnya ketika masih kuliah doeloe. Temen SMA
saya, Amri, masuk FEUI dan ketika kami kongko-kongko, diajaknyalah dia. Kami pun berkenalan dan dalam beberapa kesempatan kongko-kongko bareng. Bersamaan dengan bergulirnya waktu perkuliahan, tidak hanya dia, Amri pun mulai jarang saya jumpai. Masing-masing sedang berkemas untuk meninggalkan UI. Perkuliahan tingkat akhir dan skripsi membuat waktu kongko-kongko menipis drastis.
Suatu hari di akhir Juni 2002, saya bertemu dia di Media lengkap dengan seragam khas pasukan kepala burungnya. Wah, ternyata dia menjadi rekan sekantor saya. Tidak hanya itu, kami sama-sama dikirim ke Yogyakarta untuk 'berlatih'. Bersama dia dan kawan-kawan seangkatannya, saya dan rekan-rekan yang sudah lebih dulu sekitar setahun di Media dikirm untuk menimba ilmu dan memburu suvenir di LP3Y dan Malioboro.
Kebersamaan terjalin lagi, tapi toh kesibukan masing-masing, utamanya dia sebagai orang lapangan yang harus wira-wiri, membuat pertemuan tidaklah menjadi sangat sering. Paling-paling ketika hampir semua orang sudah pulang, tapi dia masih menyelesaikan tulisan panjangnya dengan rambut yang semakin awut-awutan, barulah kami bisa ngobrol sebentaran. Karena awut-awutannya itulah, saya kadang memanggil dia 'Dragon Ball'. Dia hanya cengengesan, lalu berujar "Emang rambut gue sebegitu berantakannya yah?" dan kemudian mengacak-acak lagi rambutnya.
"Emang kalau lagi deadline gini rasanya lebih adem kalau rambut begini," dia menambahkan.
Namun, dari cara bicaranya, orang-orang sempat memanggilnya 'Pak Moerdiono'. Mirip juga kadang-kadang, memang, dalam hal irit dan lamanya tiap kata keluar.
Pergulatannya menunjukkan dia masih punya semangat yang mungkin sempat goyah ketika satu per satu rekan seangkatannya keluar dari Media. Beberapa kali kami bertukar cerita tentang rencana masa depan. Namun, progresivitas orang lapangan membuatnya lebih sering berbagi cerita dengan rekan-rekan selapangan. Ninis dan Dhini, misalnya.
Pernah juga dulu, saat saya masih menunggang F1Z lawas itu kami pulang bareng lalu makan di McDee Pondok Indah pukul 02.00 WIB. Yah, seperti biasa, penuangan liputannya mengharusnya dia selesai hingga jauh malam hari.
Namun, kini itu hampir mustahil terulang. Dia sudah memilih meninggalkan Media dan mengejar realisasi rencana hidupnya. Dia orang yang mau belajar dan sangat tekun saat melakukannya. Karena itu, saya tidak akan heran bila dia suatu saat nanti bertemu saya, kondisinya sudah jauh lebih baik. Seorang yang sukses, dia.
Sampai jumpa lagi, teman, semoga kita dapat kongko-kongko lagi dalam kondisi yang lebih baik. Sukses akan menghampiri dan menjadi bagian darimu, Luhung Sapto Nugroho.