Masih ingat yang ini? Herannya, kejadian lagi. Kali ini pagi-pagi. Pada Rabu, 27 September lalu pukul 06.41 WIB. Kirain yang begini ini udah gak dilakukan orang lagi. Namun, mungkin si pengirim mengira momentum Ramadan yang berujung pada Hari Raya Idul Fitri membuat orang rentan secara psikologis terhadap uang akibat kepikiran biaya berhari raya.
Kepada +622198639707, Anda hoki banget ngirim SMS ini ke saya. Nomor telepon Anda jadi ngetop. Dan saya jadi punya bahan buat posting. :))
Plgn Yth,No.SIM
CARD,anda meraih
Gebyar "INDOSAT
SUPER SHOW",dr
PT.INDOSAT.Hrp,
Hub Call Center:
(021) 68734811
(021) 68734822
Pengirim:
INDOSAT
Thursday, September 28, 2006
Deceptive Fraud, 2
Diposting oleh
Dony
di
10:42 AM
0
komentar
Saturday, September 23, 2006
Back to Pertamina
030906. Angka cantik lagi? Dari sudut pandang tertentu, bisa saja. Namun, yang jelas itu rumusan tanggal saya kembali ke Rumah Sakit Umum Pusat Pertamina sebagai pasien. Setahun lebih empat bulan lalu saya selama lima hari jadi pasien di RS itu. Pada 3 September lalu saya mengulang status, dengan sebab berbeda.
Sebermula adalah meriang yang tak kunjung hilang sejak Jumat (1/9) malam. Sabtu (2/9) pagi sempat mereda, tapi sore meninggi lagi. Keadaan menjadi lebih parah karena Sabtu itu di dekat rumah ada hajatan pernikahan yang menghadirkan pementasan dangdut. Dentum sistem suara yang berhenti hanya pada saat azan itu membuat saya tak dapat istirahat total.
Menjelang tengah malam dangdutan itu tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti, sedangkan saya masih meriang dan tidak dapat tidur. Akhirnya dengan diantar kakak ipar yang kebetulan sedang ada di rumah, saya ke RS. Di unit gawat darurat saya mendapatkan informasi, dengan suhu tubuh saya 40 derajat celcius dan trombosit 80 ribu per milimeter kubik, saya kena demam berdarah.
Meski saya sering dengar dan mengedit berita tentang demam berdarah, rasanya buat saya janggal juga kenyataan penyakit tersebut menimpa saya. Namun, dokter yang menyatakan trombosit manusia normal, sehat, minimal 150 ribu per milimeter kubik, sedangkan saat itu saya hanya punya setengahnya menguatkan fakta tersebut.
Jadilah tangan saya ditanami jarum infus dengan label 03/09 dan perawatan dimulai. Namun, karena kondisi yang saya rasakan tidak menentu, saya hanya memberi tahu beberapa teman. Di antaranya Babe Riko, teman kantor, untuk delegasi urusan kerjaan, dan Andri, teman SMA, untuk 'jaga malam'. Namun, tak satu pun teman—kantor, kuliah, dll—saya perbolehkan membesuk. Bukan sombong, bukan minder, melainkan kondisi fisik yang drop membutuhkan banyak istirahat utamanya justru di jam besuk.
Masalah tidak berhenti pada soal trombosit, ternyata. Ketika trombosit saya sudah mencapai 171 ribu per milimeter kubik, yang menunjukkan saya telah melewati masa kritis dan dapat dikatakan sembuh, suhu badan saya masih tergolong tinggi, antara 38 hingga 39,9 derajat celcius. Padahal, suhu normal manusia 36-37,5 derajat celcius. Dokter pun menahan saya agar tidak pulang. Serangkaian tes darah tiap hari dilakukan. USG abdominal juga, seolah periksa jenis kelamin jabang bayi—hehehe. Hasilnya, dari beberapa dugaan, tidak ada yang positif. Tifus bukan, hepatitis bukan, kuning bukan, malaria bukan, dll bukan. Namun, memang lever saya terlihat membengkak—'agak besar', kalau kata halusnya.
Ketika dokter berancang-ancang untuk melakukan tes dari awal untuk merunut apa penyebab suhu tinggi tersebut, saya mengatakan tidak. Sudah sembilan hari saya dirawat, infus dan serangkaian obat malah membuat badan terasa berat. Saya minta dokter bikin satu diagnosis dan resep obatnya, setelah itu saya pulang.
Lebih lama di RS ternyata tidak membuat saya lebih baik, saya rasa. Makin tidak tenang, banyak pikiran, dan badan tidak lagi enteng. Mungkin suatu hari kelak penyebab suhu tubuh tinggi itu memberi hal fatal bagi saya, tapi setidaknya saya tidak mau menunggu dan berdiam diri lebih lama di RS sehingga kehilangan banyak hal, kesempatan-kesempatan, apa-apa yang berelasi dengan kehidupan. Terbayang pula kuliah yang sudah berjalan....
Kalau manusia memang makhluk pemakna, yang memberi makna pada berbagai hal, apa yang saya sematkan pada rangkaian kejadian tersebut? Pertama, tentu saja, kesehatan itu tidak ternilai dan sangat penting. Kalau kamu tidak punya uang dan waktu untuk dihabiskan, jangan sakit di zaman sekarang—ekstremnya begitu.
Kedua, sehat itu dapat dipelihara dengan hal yang kelihatan remeh, misalnya tidak telat makan dan banyak minum air putih—makin banyak aktivitas makin banyak yang harus diminum.
Ketiga, banyak cara untuk memandang sakit. Orang religius bilang sakit itu menguatkan iman, sakit itu pertanda Tuhan memproses pengampunan dosa-dosa tertentu kita, dan sakit membuat manusia (seharusnya) belajar. Ada bapak yang kena kanker lambung karena terbiasa malas makan dan ketika sudah merasa kelaparan justru mengonsumsi mi instan, minuman bersoda, dan makanan yang mengandung pengawet.
Orang kapitalis bilang sakit itu kesempatan, peluang. Di ruangan tempat saya dirawat, misalnya, orang tua si sakit bertanya ke perawat tentang bagian pembelian di RS itu. Rupanya si orang tua yang pedagang itu ingin sambil menjaga anak di RS kesempatan bisnis kalau dapat dipelihara. Nice, but surreal....
Keempat, hmm, banyak juga hal-hal yang bisa diolah untuk bahan tulisan, cerpen atau apalah. Mudah-mudahan saya dapat meramunya kelak.
Banyak hal indah dalam hidup dapat tetap kita rasakan indah atau jadikan sangat indah karena kesehatan, karena kita sehat sehingga dapat jernih berpikir, nyaman merasakan. Meskipun terdengar sangat klise, saya harus sampaikan ini: jagalah kesehatan. Sederhana tetapi tak ternilai. ;-)
Diposting oleh
Dony
di
9:19 AM
4
komentar
Ramadan is Back in Town
Kalau ukurannya kalender Hijriah, setahun berlalu sepertinya bisa tidak terasa. Lebih membekas dengan perhitungan hari Masehi. Ketika melihat kalender dan sadar bahwa beberapa pekan lagi sudah harus puasa Ramadan, biasanya orang bergumam, "Gak terasa udah mau puasa lagi, Lebaran lagi."
Berkaitan dengan itu pula, beberapa hari lalu saya menghabiskan sisa pulsa yang ada untuk kirim SMS dengan isi singkat, datar, dan lugas. Mohon maaf lahir batin. Smoga sukses raih berkah Ramadan. Saya bahkan lupa mencantumkan nama sehingga ada beberapa, yang sudah lama tidak kontak, yang membalas kemudian dengan 'Sama-sama. Ini sapa ya?' dan sejenisnya.
Namun, ada pula yang cukup berbaik hati membalas dengan kalimat yang lebih panjang, bernada, dan lengkap, selain yang lain yang lebih singkat lagi. Berikut ini beberapa yang menurut saya lebih unik bila dibandingkan dengan SMS saya. Dikutip sesuai dengan penulisan yang dikirimkan, kecuali animasi yang juga disisipkan dalam pesan.
Temanygbaik, sbl imsak mendahului,***** mohon maaf atas sgl kekhilafan-kekurangpekaan yg prnh tjadi. happy ramadhan!;)
Mengucapkan jg selamat menunaikan ibadah puasa, semoga dengannya kita meraih ketakwaan yg hakiki, amin.
Selamat menunaikan ibadah puasa, raihlah kemenangan d bulan yg pnh berkah...
Mohon maaf ya..
Tenang..aku sdh memaafkan dirimu! Hehe...
if there is a day,there must be a night. If there is a black,there must be a white. If there is a mistake, there must be forgiveness.. MARHABAN YAA RAMADHAN..
Diposting oleh
Dony
di
8:03 AM
2
komentar