Wednesday, April 18, 2007

Forbidden Friendster

Entah sejak kapan, dari kantor saya tidak dapat lagi mengakses Friendster. Itu saya ketahui ketika hendak melihat tulisan yang baru dikirim teman ke blog Friendster-nya. Kalau mengakses Friendster dari kantor, muncul tulisan sebagai berikut di halaman putih eksplorer.

The following error was encountered:

  • Access Denied.

    Access control configuration prevents your request from being allowed at this time. Please contact your service provider if you feel this is incorrect.

Saya ke ruangan Litbang dan menanyakan hal tersebut ke teman-teman saya. Ternyata mereka juga tidak dapat mengakses. Pesan yang muncul pun sama dengan yang saya terima. Saya pikir administrator jaringan telah memblokir akses tersebut.
Lucunya, Media Indonesia edisi Rabu, 18 April 2007 memuat tulisan tentang Friendster. Ironis, kantor yang memberitakan pernik-pernik Friendster tidak dapat mengakses Friendster.
Sebenarnya tergelitik juga untuk mengetahui apakah bagian lain di kantor ini, misalnya komputer-komputer di ruang redaksi, dapat mengakses situs Friendster. Kalau bisa, wah... jangan-jangan ada pembedaan antara Bahasa, Litbang, dan bagian lain....
Menarik juga untuk diduga-duga kenapa bisa begitu.
Tampaknya ada anggapan Friendster merupakan makhluk berbahaya bagi kantor ini, lebih berbahaya daripada situs porno

Monday, April 02, 2007

Chrisye

Apa lagi yang bisa dikatakan setelah hampir semua media massa, baik serius maupun hiburan, baik elektronik maupun cetak, membahas sosok legenda satu ini? Yang bisa saya katakan ya apa yang saya pernah alami berkaitan dengan Chrisye sejauh ini.
Utamanya ini kali pertama saya menulis tentang artis Indonesia yang pernah saya potret dan fotonya saya gunakan dalam posting.
Yang saya rasakan pertama dari kehadirannya ialah keheranan orang-orang kala Chrisye membuat album Hip Hip Hura (1985) dan Nona Lisa (1986) yang kata orang-orang 'terlalu riang' untuk ukuran suara Chrisye. Kakak saya beli albumnya dan, yeah, kesannya memang 'rame' untuk Chrisye yang menurut saya waktu itu beda dari penyanyi pop Indonesia lainnya. Juga ketika ia tampil di acara televisi Aneka Ria Safari atau di Kamera Ria, dua-duanya di TVRI.
Waktu berlalu, Chrisye makin kukuh dengan posisinya berbeda, sedangkan saya memasuki masa puber dan jadi anak muda [ ;) ]. Album Jumpa Pertama (1988), Pergilah Kasih (1989), dan Kala Cinta Menggoda (1997) tergolong yang membekas di hati saya masa-masa itu.
Yang singkat tapi mendalam yakni lagu Gita Cinta yang hadir di malam perpisahan SMA. Juga Puspa Indah, yang bersama Gita Cinta hadir di film berjudul sama, yang menjadi salah satu referensi cinta di masa puber. Hehehe.
Namun, yang jauuuuh lebih kuat adalah Badai Pasti Berlalu edisi rekam ulang 1999. Sebelas lagu di album itu (Cintaku, Merepih Alam, Semusim, Merpati Putih, Khayalku, Baju Pengantin, Serasa, Angin Malam, Pelangi, Matahari, dan Badai Pasti Berlalu) yang diaransir ulang menyentuh saya. Apalagi perempuan istimewa saya waktu itu juga suka. Kloplah.
Meski saya dan perempuan istimewa itu tidak berjodoh, kesukaan saya dengan album Badai Pasti Berlalu tak berkurang. Lebih dari itu, sebagian episode hidup saya jadi seperti adegan film yang dilatari sebelas lagu tersebut secara berganti-ganti. Kalau terdengar seperti sentimentil atau jayus, hehehehe, saya sedang tidak berusaha untuk itu.
Pada 2002, Chrisye membuat album Dekade. Hampir semua lagu dalam album itu saya suka. Kangen yang diolah ulang dari karya Dewa 19, Sakura dalam Pelukan dari Fariz RM, Kisah Kasih di Sekolah karya Obbie Mesakh (ada yang masih ingat dia?), Pengalaman Pertama, Kr. Pasar Gambir dan Stambul Anak Jampang, Anggrek Bulan, Dara Manisku, Di Bawah Sinar Bulan Purnama, dan Seperti yang Kau Minta memang pas dengan selera saya ketika ditata kembali oleh Erwin Gutawa.
Di sisi lain, saat itu saya sedang getol-getolnya menekuni fotografi kembali. Itu yang membuat saya hadir di konser Dekade pada 12 Juli 2003. Memotret Chrisye, Sophia Latjuba, A Rafiq, dan Fariz RM.
Dengan bermodal kamera film Nikon FM2, lensa manual focus Nikkor 80-200 mm f/4,5, dan Fujifilm Extra Superia ASA 400, saya memberanikan diri memotret. Yang dapat saya posting di sini adalah yang dapat saya ambil dari galeri internet saya. Sebagian lain tersimpan di harddisk komputer saya di rumah yang sedang padam.


Saat itu memotret Chrisye dan menonton ia menyanyi sama asyiknya. Kesenangan ganda, rasanya. Apalagi ia yang dapat cap tak bisa goyang itu akhirnya berjoget. "Lihat sini, ya! Semua lihat sini, ya!" katanya waktu itu saat akan bergoyang. Betapa riuhnya penonton ketika Chrisye akhirnya menari. Sesuatu yang disebut-sebut hampir tidak pernah tampak.


Selanjutnya adalah hari-hari 'keabadian' Badai Pasti Berlalu. Kembali, episode hidup saya bak film berhiaskan sebelas lagu tersebut.
Ketika kabar Chrisye sakit hingga dirawat di Singapura, saya sempat berpikir bahwa 'waktunya' mungkin sudah dekat. Tapi tidak sedekat ini. Ia telah wafat dan saya, entah kenapa, seperti kehilangan orang yang karib dengan hidup saya.
Di bagian terakhir ini ada dua dari beberapa lagunya yang sangat saya suka, baik liriknya maupun musiknya. Tak perlu dibaca, tapi terserah Anda. Ini saya tuliskan kembali untuk menutup episode Chrisye dalam hidup saya karena setelah ini hidup saya berlanjut tanpa ia dalam wujud manusianya dengan darah dan daging akan menyanyikan lagu-lagu melodius. Saya mungkin akan masih mendengar lagu-lagunya, tetapi jelas ia tidak lagi di sini. Tambahan lagi, edisi terbaru Badai Pasti Berlalu yang dinyanyikan artis-artis baru tahun ini jauuuh dari selera saya. Malah bikin agak sebal, meski semisal Ari Lasso dan Glenn Fredly bukan penyanyi yang buruk.

Kesan di Matamu

kadang aku masih saja
mencari bayangan dirimu
rasa rindu yang tak pernah
kan hilang walau ditelan waktu

kadang saat
kemarau pun hujan
kadang malam tak berbintang
apakah mungkin yang kurasakan
akan jadi kenyataan

seakan matamu bicara
yang tak mampu untuk berkata
jangan biarkan kutersiksa
terlena tak berdaya...
di antara kesan di matamu

(c) Chossy Pratama

Gita Cinta

mekar bersemi untaian kasih
jumpa cinta pertama
telah tertanam rindu dendam
semakin dalam... semakin kelam...

indah cinta berakhir duka
mengalun sunyi dibuai mimpi

masa remaja punahlah sudah
menjauh dari angan merapuh

ingin kucari celah bahagia
di atas jalan nan penuh duri
kugapai-gapai kasih nan lurus
engkau kini semakin jauh...

tiada lagi senyum lembutmu
sendiri berjalan di dalam kelam
ke mana arah yang kutuju
engkau hanyalah bayangan beku

(c) Guruh Soekarno Putra dan Eddy D. Iskandar